Ijroil Tidak Akan Pensiun

Suatu malam sehabis salat tarawih, pak Mursi dan Mito duduk bersama di pelataran masjid. Sebagian orang lalu lalang di depan masjid, ada juga yang sibuk membaca al-Quran dengan pengeras suara masjid.

Mito membeli sebungkus kopi hitam dan 3 batang rokok untuk pak Mursi, menemai mereka bersantai sejenak sebelum kembali ke warung. Malam itu menjadi spesial untuk Mito, biasanya ia hanya duduk di pelataran masjid sendiri. Tapi kali ini pak Mursi ikut tarawih, mungkin baru pertama Mito ketemu pak Mursi saat tarawih.

“tumben pak”

“tumben apa nak?

“bapak ikut tarawih, biasanya dari sore sudah mangkal di pengkolan”

“entah lah nak, tiba-tiba bapak ingin ikut tarawih di masjid”

“mungkin bapak mau meninggal”

“hus, kamu kalau ngomong sembarangan”

“ya memang kenapa pak, kita semua pasti meninggal, tak tau kapan dan di mana. Ijroil setiap satu jam, tiga kali menghampiri kita”

“ah ngaco kamu”

Susana jadi tegang, karena pak Mursi yang usianya sudah setengah abad ketakutan. Ditambah sudah beberapa penyakit juga ia rasakan.

Kopi yang Mito beli masih dalam bungkusan, ia segera mencari wadah gelas pelastik bekas aqua gelas. Lalu di tuangkan kopi itu, wanginya sangat khas, kopi liong dari bogor.
Pak Mursi menyalakan rokoknya, Mito menyeruput kopi.

“memang kematian itu seperti apa?” tanya pak Mursi

“ tak ada yang tau pak, dulu pas aku belajar di pondok Cuma di kasih tau. Ada 3 hal yang manusia benar-benar tidak tau”

“apa itu?”

“jodoh, rezeki, dan mati. Semuanya sudah di atur, jadi kita gak usah khawatir”
“memang kamu dulu mondok di mana”?

“ di Jombang pak, Jawa Timur”

Mereka kembali terdiam. Mendengar lantunan ayat suci, menyeruput kopi, dan berfikir.

“jadi menurutmu apakah aku ini orang berdosa, karena tidak salat tarawih, baru malam ini”

Mito cekikian, pak Mursi melotot.

“ ko kamu malah ketawa”

“habisnya bapak lucu”

“lucu apanya, orang bapak nanya serius”

“Lah kenapa bapak menyangka bapak berdosa?. Bukan bapak saja, demua orang berdosa dengan jalan mereka masing-masing pak”

“maksudnya”?

“iya pak, orang itu pasti berdosa. Pernah berbuat dosa yang sengaja maupun tidak sengaja, cuman mereka tetap menyangka orang lain lebih besar dosanya. Kita ini beruntung pak, aib kita tidak di buka oleh Allah, kalau di buka, habis sudah pak riwayat umat manusia ini”

“iya tapi kan dosa orang gak seperti dosa bapak, dosa bapak gede, dosa orang lain paling kecil”

“ sama saja pak, kalau dosa kecil tapi sering, lama-lama jadi gede”

Pak Mursi merasa malu, malam ini benar-benar sangat berharga untuk pak Mursi. Ia lebih senang mendengarkan cerita dari Mito dibanding kultum setalah salat tarawih yang isinya hanya ceramah politik. Padahal ini adalah bulan ramadhan, bulan penuh ampunan.

“ dulu pak, ada yang pernah mencoba menghindar dari malaikat ijroil”

“ gimana ceritanya?”

“ kala itu zaman nabi sulaiman, beliau di berikan kelebihan oleh Allah bisa menerbangkan manusia terserah mau kemana. Lalu datang seseorang menghadap sang nabi, ia menanggih janji, katanya nabi bisa menerbangkan orang. Kemudian orang itu di tanya kenapa dia ingin pergi jauh, sangat jauh. Orang yang menemui nabi sulaiman itu menjawab, kalau hari ini dia melihat seseorang yang asing, bukan orang kampung situ. Ketika melihatnya, ia merasa merinding dan ketakukan. Terus, sang nabi bilang kalau itu Ijroil, pemutus segala nikmat. Jangan lari, karena lari kemanapun gak bakal bisa, lebih baik perbanyak ibadah, sebentar lagi ajalmu akan tiba. Tapi lelaki itu menolak, ia tetap inginpergi jauh, sangat jauh ke suatu negri. Akhirnya, atas izin Allah lelaki itu di terbangkan oleh nabi Sulaiman. Namun, ketika sampai ke negeri tujuannya, eh lelaki itu malah tersungkur lalu meninggal”

“ waduh “

“ Ijroil tidak akan pernah pensiun, pak”

Pak Mursi merinding mendengar cerita itu. Ia merasa sangat banyak dosa karena selalu meninggalkan ibadah.

“bagaimanapun, kita gak bisa lari pak dari kematian. Jadi mending banyakina ibadah saja”
Mito mempertegas pernyataan nya. Pak Mursi masih kikuk ketakutan, rokok yang ia nyalakan terbakar tanpa di hisap. Kopi yang ia minumpun sudah tak bisa lagi di nikmati, apalagi menghangatkan tenggorokan paling dalam. Pak Mursi malah merenung atas kelalaian nya

Memang begitulah hidup yang di rasakan pak mursi, ketika angka dan Nominal telah menjadi tujuan kehidupan. Maka di situ pula nilai-nilai kehidupan menghilang. Lahiriah terus terpenuhi , namun batin tetap sepi. Tidak ada kepuasan batin yang di rasakan, hanya sebatas di telapak tangan. Hidup memang bukan sekedar angka-angka, jauh dari itu ada jiwa yang perlu diberi hak nya. Salat hanya sebatas gerakan fisik saja tidak skan memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan seseorang.
Kopi sudah menjadi dingin, tiga batang rokok pun sudah habis.

Pak Mursi masih dalam lamunan, Mito muali bergegas untuk pergi ke pangkalan.

“sudah mau jam 9 pak”

“kamu duluan saja, malam ini aku tidak dagang dulu”.

“memang nya kenapa pak?”

“mau itikaf di masjid. Merenung dan bertaubat”

“wah hebat, jangan tobat sambel ya pak, apalagi sambel bebek buatan saya, yang ada malah ingin nambah terus”

“sembarangan kamu”

Sambil melangkah Pergi Mito cekikikan, ia berbegas ke tempat jualannya. Sedangkan Pak Mursi tetap di Masjid, mengambil wudhu, lalu masuk ke masjid menemai orang yang sedang tadarus di sana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )