SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )
SYEKH AHMAD SYATHIBI
( Bapak Pendidikan dari
Tanah Pasundan )
RIWAYAT HIDUP
Bangsa Indonesia terkenal mempunyai banyak ulama karismatik yang
ada di beberapa wilayah. Begitupun dari wilayah pasundan, tepatnya di wilayah
Cianjur mempunyai banyak tokoh yang berperan dalam bidangnya masing-masing.
Salah satunya yaitu Syekh Ahmad Syathibi Pengarang Kitab Sirajul Munir,
pengasuh pondok Pesantren Gentur, Cianjur-Jawa Barat.
Siapa sebenarnya sosok kiyai ini ?
Syekh Ahmad Syatibi adalah seorang Ulama dari tatar sunda yang cukup
dikenal luas oleh masyarakat Jawa Barat. Beliau memiliki gelar Al’Allim
Al’Allamah Al-Kamil Al-Wara’. Beliau adalah guru dari ulama-ulama besar di
tatar sunda seperti; Syekh Zain Abdussomad ( mama gelar ) Cianjur, Syekh
Abdullah Nuh ( Mama Cimanggu ) Tanah Sareal Bogor, Syekh Mama Hasbullah,
Sukaraja-Sukabumi, Syekh Muhammad Syafi’i, Bandung, Syekh Zinal ‘Alim ( Mama
Haur Koneng ), dan lain-lain.
Mama Gentur, demikian para santri dan masyarakat luas memanggilnya.
Mama adalah sebutan bagi seorang kiyai sepuh di daerah sunda, sedangkan Gentur
adalah Kampung dimana beliau dilahirkan dan membangun Pesantren tempat beliau mengajarkan
ilmu agama. Beliau adalah seorang pejuang pendidikan dibumi pasundan. Hal ini terbukti
dengan banyaknya murid yang belajar kepada Mama Gentur, kemudian menjadi
Ulama-ulama besar ditanah pasundan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perubahan pada tataran regional maupun nasional.
Mama Gentur, belum diketahui sumber yang pasti tentang tanggal
kelahirannya. Ada yang menyebutkan antara tanggal 12 sampai 18 , namun tidak diketahui
bulan dan tahun kelahiran-nya. Ada juga yang menyebutkan beliau dilahirkan pada
pertengahan kurun waktu 13 Hijriah. Yang jelas, beliau dilahirkan di Kampung
Gentur, Kecamatan Warung Kondang, Cianjur-Jawa Barat. Ayah beliau yaitu Mama
Haji Sa’id dan Ibunya Hj Siti Khodijah.
Lebih terperinci, silsilah ketururunanya sebagai berikut : Mama
Syekh Ahmad Syatibhi bin Mama Haji Muhammad Sa’id bin Mama Haji Abdul Qodir bin
Syekh Nur Hajid bin Syekh Nur Katim bin Syekh Sembah Dalem Bojong bin Syekh
Waliyullah Haji Abdul Muhyi Pamijahan. Jika dilihat dari silsilah
keturuanannya, maka Mama Gentur termasuk keturunan Ulama-Ulama besar di
Nusantara ini.
DARI PESANTREN KE PESANTREN
Nama panggilan beliau semasa kecil yaitu dipanggil dengan sebutan Adun.
Namun, setelah pulang dari Mekkah beliau berganti nama menjadi Dagustani. Tapi
sekarang beliau lebih sering dikenal dengan Al-Alim Al-Alamah Syekh Ahmad Syatibhi atau orang sunda sering
menyebutnya dengan nama Mama Gentur.
Awal mulanya, mama Gentur belajar Ilmu Agama kepada bapaknya ketika
masih kecil. Syekh Mama idris, pengasuh Pondok Pesantren Gentur Cianjur. Kabar
dari Syekh Ahmad Eumed ( Mama Cimasuk, Garut ) bin Syekh Muhammad Rusdi (Mama
Haur Koneng, Garut), mengisahkan dahulu mama Gentur ingin belajar dan menuntut
ilmu yang besar, hanya beliau bingung
untuk berguru kepada siapa.
Kemudian, Mama Gentur berangkat ziarah ke makam Habib Husain bin
Abu Bakar Alayidrus alias Wali dari Luar Batang, Jakarta. Disana beliau membaca
shalawat nariah sebanyak 4444 kali dan Menyelesaikan sebanyak 44 kali dalam
waktu 8 bulan. Lalu, beliau bermimpi bertemu dengan wali Luar Batang dan dalam
mimpinya beliau diarahkan oleh Wali Luar Batang untuk pergi mencari Ilmu ke
wilayah Garut. Berawal dari mimpi itulah beliau memulai perjalanan pendidikannya
di Pesantren, pesantren pertama yang menjadi tujuannya yaitu Pesantren Keresek,
Garut.
Namun disana, Mama Gentur menginap hanya satu malam di Pesantren Keresek.
Beliau diarahkan oleh Mama Keresek untuk menuntut Ilmu di Pesantren Bojong. Asuhan
Mama Ajengan Muhammad Adzro’i. Dalam waktu 40 hari, Mama Gentur sudah hafal
kitab Yaqulu ( Nazom Masqud, dalam ilmu sorof), Kailany (Ilmu Sorof),
Amrithy (Ilmu Nahwu), Alfiah Ibn Malik (ilmu Nahwu dan Sorof), Samarqondhy
(Ilmu Bayan) dan Jauharul Maknun ( Ilmu Ma’ani, Bayan dan badi ). Waktu itu
Mama Gentur masih berusia 17 tahun.
Setelah selesai pendidikan di Pesantren Bojong, perjalanan mencari
ilmunya tidak selesai sampai disitu. Beliau, Mama Gentur melanjutkan
perjalanannya pergi ke Pesantren Gudang selama 9 Tahun. Kemudian Mama Gentur Pergi ke Mekkah yaitu di
Pesantren Syekh Hasbullah. Beliau hanya
3 tahun saja tinggal di Mekkah, karena Syekh Hasbullah mengatakan bahwa beliau
“Mama Syatibhi” tidak pantas mengaji kepada Syekh Hasbullah, kerena, ilmu yang
dimilikinya (Syekh Hasbullah) masih jauh dibandingkan dengan beliau (Mama
Syatibhi).
Selesai di Mekkah, Mama Gentur atau Syekh Syatibhi melanjutkan
kembali perjalanannya pergi ke Mesir. Namun, ulama mesir berkata sama seperti yang
dikatakan oleh Syekh Hasbullah, bahwa “ sudah tidak ada guru untuk Ahmad
Syatibhi ( Mama Gentur )”, Karena keilmuan Beliau sudah sangat luas dan tinggi.
Akhir-nya,
Mama Syatibhi atau Mama Gentur kembali ke Cianjur untuk melanjutkan pesantren
di Bunikasih, pimpinan Syekh Shoheh
Bunikasih.
GURU DARI PARA ULAMA
Beliau “Mama Gentur”, dengan ilmu yang di dapatkan serta ke
sholehan akhlak-nya. Berhasil mengkader murid-muridnya menjadi Ulama-ulama
besar yang mempunyai pengaruh dalam perjuangan kemerdekaan, menyebaran islam di
Jawa Barat, juga pendirian lembaga pendidikan formal maupun in-formal seperti
pondok-pondok pesantren di tatar sunda.
KH Abdullah Nuh, merupakan/adalah seorang cendikiawan yang
sekaligus diplomat ulung pada masanya, menguasai berbagai macam bahasa. Namanya-pun
tak lepas dari sebutan Al-Ghazali, sering disebut sebagai “Al-Ghazali dari
Indonesia” karena kepintaran serta keteladannya, pendiri pesantren Al-Ghazali
di Bogor, serta perannya dalam
perjuangan kemerdekaan, sehingga beliau diberi penghargaan sebagai Pahlawan
Nasional. Semua itu tidak lepas dari didikan seorang guru dan ulama besar,
yaitu Syekh Ahmad Syatibhi.
Syekh Ahmad Shohibul Wafa ( Abah Anom ), merupakan/adalah seorang
Ulama Karismatik Suryalaya Kabupaten Tasikmalaya. Mempunyai peran yang besar
dalam bidang pendidikan, pendiri Tarekat Qodariah wa Naqsabaandiah di Jawa
Barat. Serta perhatiannya terhadap pendidikan di wilayah Tasikmalaya. Tahun
1961 Beliau mendirikan Yayasan Serba Bakti yang terdapat berbagai lembaga formal
dari mulai TK, SD, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah Perguruan
Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiah serta Pondok
Remaja Inabah. Semua itu tidak lepas dari bimbingan dan ilmu yang didapatkan
dari gurunya yaitu Mama Gentur atau Syekh Ahmad syatibhi.
Muridnya yang lain yang mempunyai peran dan pengaruh di Jawa Barat
yaitu Abuya Kiyai Haji Hasan Mustofa bin
Abah Sanean, atau sering disebut sebagai Abuya Sanean Bogor. Beliau adalah
salah satu penyebar agama islam di Jawa Barat khususnya daerah Bogor dan sekitarnya.
Abuya Kiyai Haji Hasan Mustofa bin Abah
Sanean juga mendirikan pesantren Darul
Huda di Cisarua Bogor. Beliau sangat dikenal sebagai Ulama Ahli Nahwu, Sharaf
dan Balagah di wilayah Bogor. Beliau adalah murid dari Mama Gentur atau Syekh
Ahmad Syatibhi yang terbilang sukses mendidik murid-muridnya menjadi
ulama-ulama besar dan berpengaruh di wilayah Jawa Barat.
PENGARUH
Mama Gentur terkenal dengan kemurnian Idiologinya, beliau
benar-benar mengajarkan agama, tanpa mencampurkan agama dengan politik,
sehingga beliau mendapat penghargaan keamanan tanpa bulan-bintang dari
pemerintahan Belanda yaitu Wihelmina. Pada zaman pemerintahan Jepang, Mama
Gentur kembali mendapat penghargaan dari Kaisar Tenno Haika berkat kemurnian
idiologi dan keshalehan-Nya.
Pengaruh yang begitu besar diberikan oleh Mama Gentur terhadap
keadaan wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, sehingga beliau di segani atas
kealiman dan ketinggian ilmunya, dan mendapatkan gelar Al-Alim Al-Alamah
Al’Wara, sebagai keberhasilan-Nya telah mendidik santri-santrinya menjadi Ulama yang
besar di tatar sunda, keberhasilan diantara santri-santrinya yaitu, ada yang
menjadi pejuang kemerdekaan, ada yang bergerak dalam pendidikan modern dan
mendirikan sekolah hingga perguruan tinggi, dan lebih banyak dari muridnya
mendirikan Pondok pesantren di wilayah Jawa Barat khususnya di Cianjur.
Sehingga Cianjur Sering disebut sebagai “Kota Santri”, karena banyaknya ulama
yang mendirikan pondok pesantren, terlebih mereka adalah murid dari Mama Syatibhi
Gentur.
KARYA-KARYA
Menurut KH Muhammad Aby Sofyan bin H. Hasanudin bin Silihwangi.
Mama Syatibhi wafat pada hari rabu tanggal Jumadil Akhir 1365 H atau 15 Mei
1946 M. Mama Syatibhi meninggal dikampung halamannya yaitu di Gentur Warung kondang
Cianjur. Atas kepintaran dan kecerdasan Mama Syathibi, beliau meninggalkan
lebih dari 80 Karya yang berbahasa Arab maupun Sunda.
Diantara karyanya yang paling terkenal adalah kitab Sirajul
Munir ( dalam ilmu fiqh ), Tahdidul ‘Ainain ( dalam ilmu fiqh ), al-Muqoddimah
Samarqondhiyah, al-Fathiyah, Dahlaniyah ( dalam ilmu bayan ), Muntijatul
Lathif ( dalam ilmu Shorof ), Nazom ‘Addudiyah ( dalam ilmu
munazdoroh ), dan lain-lain. Kitab karangan beliau masih terus di jadikan
sebagai salah satu sumber ilmu di pesantren-pesantren khusunya di wilayah Jawa
Barat, sehingga kitab-kitab tersebut selalu memberikan pengaruh terhadap
keilmuan santri-santrinya, dan juga santri dari murid-muridnya.
Atas segala jasanya dalam melawan kebodohan di tanah pasundan, juga
peran yang sangat penting dalam pendidikan, sehingga sukses membuat
santri-santri menjadi Ulama besar yang mempunyai pengaruh juga di tingkat
regonal maupun nasional, dan juga karya-karyanya yang masih menjadi pedoman di
pesantren-pesantren. Bahwa jasa dan
peran seorang Ulama besar dari Cianjur Syekh Ahmad Syatibhi Al-‘Alim
Al-‘Alamah Al’wara yang telah
membawa tanah pasundan khususnya Cianjur menjadi kota yang Agamis dan keluar
dari kebodohan, sehinga Cianjur dijuluki “Kota Santri”, dan tempat berkumpulnya
ulama-ulama yang berpengaruh dalam bidangnya. Tak berlebihan jika penulis
menyebutnya sebagai “ Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan”. Semoga beliau
tetap dikenang atas jasanya untuk Agama dan Negara. Afatihah...........
.
bagus
BalasHapus