NURANI YANG MATI  

Manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin dimuka bumi ini, sehingga pada dasarnya manusia adalah sosok ciptaan tuhan yang paing sempurna dari berbagai segi di banding dengan ciptaan Tuhan yang lain. hal ini menjadi sebuah kelebihan bagi umat manusia,  Pemimpin bagi manusia yang lain dan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Diciptakan dengan banyak kelebihan, diberikan akal untuk berfikir, nafsu dan hati nurani, bersifat dasar penyayang. Itulah yang menjadi kelebihan manusia dibandingkan dengan ciptaan tuhan yang lain.
Manusia sebagai mahluk sosial tentu tidak bisa hidup sendiri, manusia sejatinya membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani setiap rutinitas kehidupannya. Insting itu tentu sudah melekat dalam diri semua manusia. Kemudian dari dasar itulah kemudian manusia hidup berkelompok, baik itu secara suku, ras, adat, budaya dan Agama.
Pada dasarnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang gotong royong, bangsa yang ramah, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Beragam suku dan budaya yang berbeda-beda berhasil disatukan dalam asas Bhineka Tunggal Ika, sehingga untuk menjalin sebuah persatuan tentu tak boleh menolak perbedaan. Itulah yang disebut Bhineka.
Belakangan ini, nurani hati manusia seperti telah mati. Hidup individualis semakin menjadi-jadi. tak jarang orang hari ini lebih mementingkan kepentingan pribadi. Kasus  Pembakaran orang hidup-hidup yang terjadi di daerah Bekasi beberapa waktu lalu, seolah menandakan hati nurai manusia mulai hilang. Seorang tukang servis ampli yang dituduh mencuri ampli mushola di daerah bekasi menjadi korban “matinya hati nurani” manusia, dibakar hidup-hidup. Seolah-olah mereka yang melakukan penghakiman adalah orang paling benar. Banyak oramg yang melihat kekejian itu, iba pun ada dalam hati mereka. tetapi mereka memilih diam. Hukum yang seharusnya menjadi pengatur sendi-sendi kehidupan sudah tidak dihiraukan lagi.
Debora, bayi yang meninggal karna kekurangan dana untuk berobat. Meninggal dalam perjalanan ke suatu rumah sakit didaerah jakarta barat. Nurani manusia telah terkalahkan oleh sistem birokrasi. Memang pada akhirnya pihak rumah sakit telah menerima peringatan tertulis. Tetapi apakah hal itu akan mengebalikan nyawa seorang bayi yang menjadi harapan orang tuanya untuk bisa hidup, bahkan orang yang bisa jadi lebih baik dari kita.  Atau tentang seorang suporter bola dari bandung yang menjadi korban “matinya nurani”. Di keroyok oleh teman-temannya yang masih satu supporter pendukung klub Bola Persib bandung. Dan masih banyak kasus lain yang menjadi tanda kemunduran hidup bersosial bangsa ini.
Fanatik yang berlebihan telah menjadikan hati manusia “buta”. Keyakinan akan kebenaran  pendapat sendiri menajdi faktor terbunuh nya nurani, jiwa sosial dan kepedulian terhadap sesama. Bukankah dahulu bangsa kita yang beragam suku, agama dan budaya bisa bersatu karna tiap-tiap orang melepaskan ego dalam dirinnya masing-masing demi terciptanya kehidupan yang rukun dan damai dan bisa terus hidup berdampingan, saling tolong menolong, menjunjung tinggi nilai persuadaraan dan kemanusiaan.
            Pergeseran pola hidup dari sosial ke indvidu telah menghilangkan karakter bangsa. Sudah jarang terlihat mereka yang saling tolong menolong. Mengajak terus dalam kebaikan dan kebersamaan. Lebih cenderung terlihat hari ini adalah mereka yang saling menyalahkan, melegitimasi semua alasan demi membenarkan dan mempertahankan pendapat sendiri. Tertangpap nya sindikat penyebar kebencian di media sosial adalah contoh kongkrit kemunduran mencintai sesama anak bangsa.
            Bangsa ini kurang banyak merenung, terlalu banyak kometar yang tak diimbangi dengan solusi dan etika yang berlaku dalam budaya kita. Sehingga mengakibatkan kemunduran cara berfikir dan bersosial. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi mereka yang akal nya masih “sehat” terus mengajak dan menyadarkan nya lewat lembaga formal atau pun non formal Sehingga bisa kembali membentuk anak bangsa yang berkarakter. Mengutip bahasa Gus Mus, “ Manusiakan lah Manusia”. Itulah yang harus dilakukan oleh kita yang masih digerakan hatinya.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )