Kampung Maling
KAMPUNG MALING
Korupsi sepertinya tidak akan habis di Negeri ini, pada tahun 2017
banyak kasus yang melibatkan berbagai kalangan. Bukan hanya pejabat negara,
tetapi juga dari pihak swasta. Tercatat KPK sudah melakukan 19 Operasi Tangkap
Tangan (OTT) di tahun 2017. Itu merupakan OTT yang paling banyak selama KPK
berdiri. Serta 72 orang menjadi tersangka dalam OTT tersebut selama tahun 2017.
Selanjutnya, pada awal tahun
2018 KPK telah menagkap hampir 10 kepala daerah yang terkena kasus Korupsi.
Belum lagi Ketua Dewan perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto yang ditetapkan
sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP. Diwarnai dengan penuh drama yang sangat
menarik dan bisa dibilang terlalu mengada-ngada. juga beberapa anggota DPR yang tertangkap
karena korupsi.
Sepertinya korupsi di Indonesia memang sulit untuk diberantas.
Sudah membudaya, sistemik, dan juga terorganisir dengan baik. Korupsi yang
terjadi diberbagai lembaga negara menyebabkan penurunan kepercayaan dari
masyarakat atas kinerja para abdi negara. Diperlukan dukungan dari berbagai
elemen, dukungan secara politik, legislasi serta masyarakat untuk memberantas
korupsi yang ada di Negeri ini.
memberantas korupsi perlu dengan strategi yang baik. Karena para
pelaku korupsi ini bukanlah orang-orang biasa. Sehingg diperlukan cara yang
luar biasa untuk menanganinya. Korupsi tak beda jauh dengan maling, pencuri,
jambret dan istilah yang serupa. Karena sama sama merampas hak orang lain baik
itu tidak diketahui atau dengan secara paksa. Sama sama merugikan orang lain.
tapi korupsi bukan hanya merugikan orang lain. tapi juga negara, dirugikan oleh
sekelompok orang untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Prilaku korupsi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain,
mahalnya ongkos politik, adanya kesempatan, budaya, dan lingkungan yang
mendukung. Korupsi secara birokratis terjadi mulai dari Petinggi Pejabat secara
vertikal, kemudian menjaring secara horizontal dari barat ke timur.
Dibentuknya Pansus KPK dan disahkan nya UUMD3 oleh DPR diduga ada
upaya pelemahan KPK . ada hal yang sifatnya mensulitkan secara birokratis untuk
memeriksa anggota Dewan yang terkena kasus korupsi. KPK telah diserang secara
kelembagaan dan perorangan. Kasus penyiraman kepada penyidik senior KPK Novel
Baswedan dengan air keras, menjadi pertanda bahwa KPK sedang diserang. Bukan
hanya masalah perseroangan saja, kasus itu adalah penyerangan terhadap KPK
sendiri. Yang masih belum terungkap.
Indonesia ini seperti “kampung maling”. Dimulai dengan maling
tingkat bawah, menengah, dan atas. Kebutuhan ekonomi yang tidak mencukupi untuk
sehari-hari biasanya menjadi alasan untuk maling kelas bawah, atau yang
mengambil barang milik orang lain secara terpaksa karena kebutuhan keluarga
misalnya. Sedangkan maling kelas menengah memang itu adalah profesi mereka
sebagai maling. Kebutuhan untuk kehidupan dan keluarganya masing-masing.
Kemudian koruptor pun harus disebut sebagai maling, maling kelas
atas, maling berkerah dan berdasi. Mereka tergolong maling yang pintar dan
cerdas. Melakukannya dengan hati-hati, mempunyai kekuasaan, pengaruh, serta dukungan dari orang-orang penting.
Kepentingan bersama menjadi kolega. Kepentingan rakyat di pinggirkan, sedangkan
kepentingan pribadi selalu terdepan.
Yang menjadi pertanyaan apakah para pejabat negara kekurangan uang
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keluarga ? tentu tidak. Gaji yang
mereka dapatkan sangat lebih dari mencukupi. Belum ditambah dengan
tunjangannya. Gaji anggota DPR yang didapat
perbulan sekitar 55 juta. Jumlah yang sangat fantastis!. Lalu kenapa masih ada
yang korupsi ? kehidupan yang hedonis, keserakahan, serta tidak tanggung jawab
adalah faktor internal yang menyebabkan korupsi. Faktor eksternal, seperti
lingkungan, kesempatan, budaya serta faktor lain menjadi korupsi di lembaga
negara semaking marak.
Pencegahan terhadap korupsi harus dilakukan oleh semua pihak. Sri
Mulyani ketika menjabat sebagai Mentri Keuangan era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Menaikan gaji para pegawainya untuk mencukupi kebutuhan para
pegawainya. Tapi hal itu masih belum efektif sehingga masih ada yang terkena
kasus korupsi dijajarannya.
Mantan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pernah mengingatkan, kekuasaan yang terlalu besar, apalagi
tanpa kontrol memadai, sangatlah berbahaya. Peringatan itu dissampaikan
terutama terkait dengan kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi superbody.
Korupsi pada tahun 2017 tidak mengalami penurunan yang signifikan
dari tahun sebelumnya. Hal itu tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh
Polling Center bersama Indonesia Corruption Watch (ICW). 55 persen responden
menilai bahwa korupsi pada tahun 2017 meningkat. 32 persen menyatakan tidak ada
perubahan, serta 13 persen menilai korupsi menurun. Sedangkan KPK dan President
merupakan lembaga yang paling dipercaya masyarakat. Sebanyak 86 persen
menyatakan kepercayaan atas lembaga tersebut.
Dari hasil survei diatas apakah kinerja dari KPK kurang ? tentu
tidak, bukan karna pemberantasan korupsi yang tidak efektiv, tetapi prilaku
korupsi yang tidak berkurang dan terus bertambah. Kita tidak bisa membayangkan
apa jadinya jika korupsi tidak di berantas. Di berantas saja tetap masih
banyak, apalagi tidak ada upaya dalam memberantas.
Oleh sebab itu, upaya pemberantasan Korupsi disetiap elemen negara
maupun swasta harus didukung penuh oleh semua kalangan. Jangan sampai korupsi
terus menggerogoti negeri. Mau jadi apa negeri ini jika korupsi terus dibiarkan
?. jangan dijadikan sebagai kebiasaan. Korupsi harus dilawan!.
Komentar
Posting Komentar