BUDAYA KOMENTAR DI ERA KRISIS MEMBACA

Ilmu pengetahuan adalah tonggak peradaban dunia, oleh sebab itu segala sesuatu haruslah berdasarkan dengan ilmunya tersendiri, ilmu pengetahuan dapat dicari dengan cara belajar, pengalaman atau membaca, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang harus  diperoleh oleh setiap orang, berhenti sekolah boleh saja, tetapi berhenti untuk belajar tentulah jangan.
Membaca merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting bagi setiap orang karna untuk mengetahui suatu hal kita bisa tau dengan cara membaca. Tentu budaya membaca harus lebih di tingkatkan di kalangan masyarakat Indonesia, hanya 0,1 persen anak-anak di indonesia yang suka membaca. hal seperti ini sangat lah miris. Karena kriris membaca di Indonesia  pada akhirnya menimbulkan dan memunculkan berita-berita hoax, perbedaan pendapat yang tidak di barengi dengan Tassamuh ( Tolernsi ), dan menjadikan karakter masyarakat Indonesia yang tidak bisa Tawassut (tengah-tengah) dalam menghadapi suatu perbedaan dalam pemikiran.
Minimnya minat baca  inilah kemudian melahirkan budaya komentar yang berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia, sehingga pernyataan atau komentar yang diberikan kepada yang ia komtari selatu tanpa solusi yang jelas dan pada akhirnya merasa bahwa pendapat yang ia lontarkan adalah yang paling benar, tentu ini sangat berbahaya. Menurut Ibnu At-Thaillah dalam karangan kitabnya Syarh Al-Hikam hal ini disebut dengan Ujub (menyangka diri sendiri yang paling hebat), sebuah penyakit hati yang sering ada dalam diri manusia. Tentu hal ini kita tidak inginkan dalam masyarakat Indonesia.
 Sehingga, budaya komentar saat ini telah menimbulkan beberapa masalah, seperti munculnya berita-berita hoax yang kemudian menjamur dan informasi tersebut sampai kepada masyarakat-masyarakat awam. Yang dimaksud masyarakat awam adalah meraka yang selalu menganggap benar informasi yang didapatkan tanpa mengkroscek dan melihat perbandingan dengan informasi lain. Itulah yang menyebabkan budaya komentar semakin menjadi-jadi pada hari ini. karena krisis dan minimnya kesadaran membaca dikalangan masyarakat indonesia, baik anak-anak, siswa, mahasiswa atau pun orang tua.
Kehidupan masyakarat yang hedonis, individualis, dan materalis menjadi faktor minimnya minat membaca saat ini. terkadang kepekaan terhadap suatu isu atau lingkungan sendiri itu sangat kurang, karena saat ini orang cenderung memilih kehidupan yang individualis, yang penting kebutuhannya terpenuhi itu sudah cukup. Hal seperti ini tentu sangat bahaya, apalagi jika kita mengingat bahwa bangsa indonesia ini adalah bangsa yang gotong royong. Atau jangan-jangan hari ini orang mengantirkan gotong rorong itu dalam segala hal, gotong royong dalam kerubitan, gotong royong dalam korupsi, gotong royong dalam hal penyebaran berita paslu (hoax) dan lain-lain. Tentu pandangan seperti ini keliru. Karena yang diharapkan adalah hal yang postif, terutama bersama-sama dalam mencerdaskan anak bangsa.
Krisis membaca harus diberantas dan budaya komtar harus dihilangkan dengan perlahan-lahan. Pada hakikatnya ini adalah tugas semua orang yang sadar akan keadaan Indonesia saat ini, karena kalau terus di biarkan akan menjadi semakin tidak baik. Ditengah krisis membaca dan budaya komentar saat ini, pada akhir telah menumbulkan hal-hal negativ di kalangan masyaraat. Kiranya perlulah saat ini tokoh-tokoh moderat untuk sering di munculkan eksistensinya di media, penyadaran terhadap pentingnya membaca bagi anak-anak sebagai penerus bangsa harus ditanamkan sejak dini, forum-forum dan komunitas intelektual harus menjadi jembatan dan penetralisir informasi-informasi hoax.
Tentu harapannya kaum-kaum terpelajar bisa menyampaikan apa yang mereka ketauhi dan gagasan-gagasan dalam memberantas kriris membaca dan menghilangkan budaya komentar kepada masyarakat luas, karena ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk di amalkan, karena membaca adalah melawan.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )