SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan ) RIWAYAT HIDUP Bangsa Indonesia terkenal mempunyai banyak ulama karismatik yang ada di beberapa wilayah. Begitupun dari wilayah pasundan, tepatnya di wilayah Cianjur mempunyai banyak tokoh yang berperan dalam bidangnya masing-masing. Salah satunya yaitu Syekh Ahmad Syathibi Pengarang Kitab Sirajul Munir, pengasuh pondok Pesantren Gentur, Cianjur-Jawa Barat. Siapa sebenarnya sosok kiyai ini ? Syekh Ahmad Syatibi adalah seorang Ulama dari tatar sunda yang cukup dikenal luas oleh masyarakat Jawa Barat. Beliau memiliki gelar Al’Allim Al’Allamah Al-Kamil Al-Wara’. Beliau adalah guru dari ulama-ulama besar di tatar sunda seperti; Syekh Zain Abdussomad ( mama gelar ) Cianjur, Syekh Abdullah Nuh ( Mama Cimanggu ) Tanah Sareal Bogor, Syekh Mama Hasbullah, Sukaraja-Sukabumi, Syekh Muhammad Syafi’i, Bandung, Syekh Zinal ‘Alim ( Mama Haur Koneng ), dan lain
foto dari kanan : KH Bahruddin BIOGRAFI KH BAHRUDDIN, S.Ag ( Pimpinan Pondok Pesantren Daar El-Hikam) KH Bahruddin S.Ag Lahir di Kepo Duri, Jakarta Barat pada tanggal 02 Agustus 1968. Saat ini, beliau berdomisili di Jl. Menjangan Raya No. 27 Kelurahan Pondok Ranji, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. KH Bahruddin memulai pendidikan formalnya di SDN 02 Duri Petang tahun 1977-1982. Kemudian beliau nyantri di Pesantren Daar El-Qolam Gintung Tangerang dari kelas 7-11 pada tahun 1982-1987. Melanjutkan pendidikan nya di Pondok Pesantren Al-Falah, Kebayoran lama tahun 1987-1988. Mengabdi di MI Tanwirul Qulub tahun 1988-1990. Kemudian beliau melanjutkan jenjang pendidikan S1 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum tahun 1990-1996. Lalu mengikuti program 1 tahun Ma’had Ali Arba’in, Kebayoran Lama Jakarta Selatan tahun 2000-2001. Secara garis besar, riwayat pendidik
ANJANI ( Cinta dan Patriarki ) Anjani meraba-raba rak buku di perpustakaan kampus lalu mengambil beberapa buku. Ia duduk di kursi kayu paling tengah. Otaknya terkuras, tubuhnya lemah, hatinya bimbang. Tugas akhir kampus yang tak kunjung selesai membuat ia kewalahan. Ia merasa tertekan dengan keadaan, tak bermakna rasa-rasa perjuangan kuliah selama 3,5 tahun yang ia tempuh lalu di tentukan oleh mahluk yang bernama “skripsi”. Sebentar lagi sore menjelang dan tumpukan buku harus segera ia rapihkan Anjani mendesah panjang. Mungkin beginilah takdir seorang perempuan. menjadi di paksa menyelesaikan kuliahnya lalu pulang kerumah membantu orang tua, atau bahkan dikawinkan. Teman-temannya lebih santai, mereka lebih sibuk mengerjakan tugas-tugas non akademik, mengurus acara, mengadakan kegiatan, seperti tak ada beban akademik. Sedangkan Anjani sibuk bergelut dengan buku, sesekali tangannya terlihat kaku karena sering beradu dengan keybort laptop. Langit lembut berwarna kemer
😍😍 tulisan2nya bagusss
BalasHapusOke fans
Hapus