MEJA MAKAN


MEJA MAKAN


Laki-laki itu masih menatap makanan nya, sepiring nasi putih dengan  lele goring dan sambel pecel. Ia masih menahan lapar, meski perut sudah meronta-ronta. Sekali lahap, dalam hitungan menit mungkin makanan itu akan habis disaantap oleh dia. Tapi dia lebih memilih ngotak ngatik handpdone, dengan harapan ada notifikasi orderan baik itu mengantar barang atau orang. Untuk menyambung hidup esok hari.

Hari ini dia hanya menyantap 4 buah gorengan dan secangkir teh manis hangat daan penuh dengan cinta buatan sang istri. Anak nya jam tujuh pagi sudah pergi ke warnet untuk memulai kelas online dari guru di sekolah.  Teman-teman nya lebih beruntung, mereka tidak usah pergi mencari warnet untuk belajar online. Handphone sudah menjadi bayangan mereka setiap hari.

Sudah setengah jam makanan itu tidak juga di santap, hp tersebut masih ia genggam. Padahal tidak ada notifikasi apapun, baik orderan atau pun wa. Namun ia tak putus harapan, pemberitahuan bila ada orderan masuk tetap ia nyalakan. Meskipun jauh, atau bahkan tengah malam sekalipun dia akan kerjakan. Bentuk tanggung jawab seorang suami kepada keluarga.

Ia tidak pernah menyesali jalan hidup yang telah di pilih, percaya bahwa rezeki bisa dating dari mana saja. Bumi Tuhan itu sangat luas, kasih saying-Nya bisa datang dari belahan bumi mana pun.

“mana mungkin bapak bisa menahan lapar seharian, makanan sudah di meja, tinggal di makan saja pak”

Tukang pecel itu terlihat iba melihat laki-laki tersebut masih belum saja memakan pesanan itu.

“bagamana mungkin aku bisa makan di meja makan, sedang anak istriku kelaparan”

“ yausdah dibungkus lebih baik, pak”

“tidak, aku belum bisa pulang malam ini, mala mini mereka bisa saja makan, tapi besok belum tentu”

“loh, bukannya bumi tuhan itu luas, rezeki bisa datang dari mana saja?”

“ tapii bukan berarti kita tidak berusaha mas”

Kebahagian di hari esok yang selalu kita nantikan tidak akan pernah datang dengan sendiri, ia harus di jemput.

Handphone di tangan kanan, rokok di tangan kiri dan makanan  di atas meja. Tapi laki-laki lelih memilih menghabiskan sebatang rokok dan meminum segelas teh hangat, makanan itu tetap ia biarkan di atas meja.

Ia tidak terbiasa makan di atas meja, lebih senang duduk lesehan dan makan di temani anak dan istri. Padahal perut sudah berontak, tapi ia kendalikan egoism itu dengan fikiran yang jernih. Ya, anak dan istri di rumah belum makan. Hari itu ia hanya dapat penumpang satu, mengatar penumpang dari stasiun palmerah ke pusat perkantoran elit SCBD. Upah yang ia dapatkan hanya 20 ribu perak, ia coba bagi rata, 7 ribu untuk bensin hari itu dan 13 untuk makan. Penumpang sepi, Ibu kota yang biasanya terlihat seperti lautan manusia dan perputaran uang yang besar tidak memihak untuk laki-laki itu hari ini.

“masih belum di makan, pak?”

“ hari ini anak dan istriku belum makan mas”

“ biar mereka makan di sini sepuasnya mala mini mas, rezeki bisa datang lewat tangan-tangan Tuhan yang lain”

Dengan gembira, laki-laki segera menjemput istri dan anak-nya untuk makan malam bersama di meja makan warung pecel tersebut. Yang penting anak dan istri harus makan hari ini, pikirnya.

Masalah besok bisa makan atau tidak, itu urusain lain. Rezeki hari ini untuk hari ini, dan hari esok akan ada rezeki yang lain.



Ciputat, 13 April 2020

Sebuah Cerita di Warung Pecel Lele





Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )