DUNIA DALAM MEDIA


DUNIA DALAM MEDIA

Perkembangan teknologi pada abad 20 begitu cepat, segala informasi begitu mudah untuk di akses oleh setiap orang. Hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan media sosial untuk melakukan aktifias di dunia yang semu, dunia maya. Menurut data hootsuite, pengguna media sosial di Indonesia terus bertambah setiap Tahunnya. Pada Januari 2018, dari 265 juta penduduk Indonesia  terdapat 132,7 juta orang merupakan pengguna internet, dan 130 juta orang merupakan pengguna media sosial. Sedangkan menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan secara Umum, Penetrasi Pengguna internet di Indonesia meningkat 8% manjadi 143,26 juta penduduk Indonesia.

Pada satu sisi pertembuhan media sosial membawa dampak yang positif bagi masyarakat, segala informasi mudah di dapatkan, mempermudah komunikasi dengan saudara, teman atau keluarga yang jauh, juga meningkatkan kepedulian sosial pada masyarakat. Seperti informasi mengenai bencana yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia, kemudian banyak tersebar Flayer bantuan di setiap Platform media sosial untuk membantu masyarakat yang terkena musibah sehingga menimbulkan rasa empati dari masyarakat pengguna media yang membacanya. Sehingga menimbulkan rasa kemanusian dari para pengguna media yang melihatnya. Masih banyak hal positif yang dibawa sebab kehadiran media sosial di masyarakat.

Namun kehadiran media sosial juga membawa dampak negatif bagi lingkungan keluarga dan masyarakat pada umumnya. Misalnya kasus kasus kebohongan atau berita Hoaks yang begitu sangat mudah dipercaya bagi sebagian pengguna media sosial. Banyak kasus kebohongan terjadi begitu masif di media sosial. Dalam sebuah riset, DailySocial mencoba mendalami karakteristik penyebaran hoax melalui sudut pandang penggunaan platform media sosial. Hasil yang ditemukan, informasi hoax paling banyak ditemukan di platform Facebook (82,25%), whatsapp (56,66%), dan Instagram (29,48%).
Kasus hoax hanya  satu dari  besarnya dampak negatif media sosial. Selain berita hoax, hate speech juga menjadi dampak negatif yang berpengaruh besar terhadap kehidupan di sosial media. Bahkan tak jarang kasus-kasus ujaran kebencian, pertengakaran, perbedaan pendapat, serta intoleransi di media sosial berdampak kepada dunia nyata. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kehidupan dan kerukunan masyarakat Indonesia yang multikultur. Pertengkaran di platform media sosial sering kali kita lihat, tak sedikit buzzer-buzzer dan meme yang dibuat oleh oktum tertentu memancing emosi para pembacanya. Hal itu dilakukan tentu bukan hanya iseng, namun terjadi seperti disengaja dengan kepentingan tertentu. Apalagi menghadapi tahun-tahun politik.

Berawal dari Kolom Komentar

Bagi sebagian besar pengguna media sosial, orang yang ber ilmu sudah tidak dihargai ilmunya, dihadapan para pembaca media sosial, orang tua sudah tidak dihormati oleh anak anak muda. Contohnya, bisa kita lihat time line di platform media sosail seperti instagram, facebook, twitter dan lainnya. Seorang ulama di fitnah, di tuduh sesat dan di tuduh dengan tuduhan-tuduhan lain. Seorang pemimpin dihinakan oleh rakyatnta sendiri, seorang tokoh di bully oleh bangsanya sendiri. Hal ini ini diperparah dengan percayanya para pengguna media, metode Tabayyun sudah jarang dilakukan, oraang lebih suka menyimpulkan dengan cepat suatu masalah tanpa melakukan penelusuran rekam jejak tokoh tersebut, sehingga dengan sangat mudah menulis di kolom komentar dengan hujatan dan hinaan. Padahal kita tidak tahu apakah berita itu benar atau salah, tetapi masyarakat pengguna media sosial sebagian besar langsung percaya begitu saja.

Berawal dari berita-berita hoax, kemudian disusul dengan hate speech memperkeruh keadaan media sosial. Netizen, sebutan bagi akitivis media yang hampir setiap waktu tidak bisa lepas dari internet dan media sosial. Sangat mudah men justifikasi seseorang hanya dengan meliah meme atau buzzer. Jika kita lihat komentar netizen di kolom komentar seorang tokoh sangat beragam, ada yang sifatnya positif dan negatif. Misalnya, seorang Gubernur memposting di Instagram saat menjalankan pekerjaan. Kolom komentarnya akan ramai dengan pujian dan hinaan. Lalu terjadilah pertengkaran yang sangat tidak penting antara mereka yang memuji dan mereka yang menghinaa. Dan hal itu terjadi di setiap kolom komentar apapun. Apakah memang sifat manusia saling membenci? Atau memang dikendalikan oleh nafsu sehingga akal sehat tidak berpungsi ?

Kenapa hal itu bisa terjadi ? seharusnya  media membawa kemajuan untuk orang-orang. Disaat negara lain berlomba-lomba untuk mencapai peradaban yang maju, hari ini masyarakat kita masih sibuk dengan jari-jari mereka dikolom komentar media sosial untuk menyelami kesalahan-kesalahan orang lain. Semua selalu dicari kesalahnnya, sifat, karakter, pekerjaan, bahkan agama mereka. Apakah masyarakat kita takut keimanannya luntur saat melihat simbol-simbol agama lain ?

Cita-cita yang tinggi tidak akan bisa diraih sendiri, cita cita suatu bangsa tidak akan bisa tercapai hanya dengan kelompok tertentu. Semuanya harus bersatu untuk menciptakan hal itu, bukankah dulu bangsa ini diperjuangkan oleh semua agama? Semua suku? Dan semua orang ?

Dari dunia maya ke dunia nyata

Masalahnya, dampak ujaran kebencian dan berita hoax yang tersebar di media berpengaruh terhadap sikap dalam kehidupan sosial yang nyata. Tak jarang orang melihat hal itu sebagai hal wajar sehingga membiarkan begitu saja. Tak ada rasa peludi, yang ada hanya menambah persilisihan. Sebab orang tak mau lagi meilihat apa yang dibicarakan, namun melihat siapa yang berbicara. Jika ia tidak pantas berbicara menurut netizen, yang ada hanyalah bulliyan. Jangankan masyarakat biasa, tokoh-tokoh yang mempunyai kecakapan ilmu dianggap tdak berilmu di media sosial, sungguh ironis.

Krisis akhlak dan etika lebih berbahaya dari krisis yang lain dalam skala tertentu. Masalah itu terjadi tidak hanya beritika dalam dunia nyata tapi juga dalam dunia media. Seringkali permasalah yang terjadi dalam media sosial dibawa ke dunia nyata.

Penggunaan media yang tidak bijak menjadikan orang semakin anarkis dalam berfikir, kemudian menanam persefsi buruk bagi para penggunanya. Hal itu menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan, sebab kemajuan teknologi harus diambil manfaat sebaik-baiknya. Bukan perkara dibatasai dalam penggunaan media, namun penyadaran terhadap dampak negatif yang perlu diperhatikan di awasi oleh semua pihak. Oleh sebab itu, tak ada hak untuk menyalahkan orang lain.

Penggunaan media yang tidak bijak berdampak juga kepada anak. Saat ini kita menghadapi problem yang cukup serius terhadap penggunaan smartphone yang berlebihan oleh anak-anak. Misalnya, ketika mereka melihat suatu tontonan yang kurang mendidik, mereka bisa saja melakukan dan meniru hal tersebut. Seperti menirukan kata-kata kotor, sikap-sikap orang dewasa yang tidak pantas, atau bahkan ber acting layaknya seorang tokoh yang mereka tonton sehingga mereka tidak lagi seperti “anak-anak” pada umumnya.

Perselisihan di media sosial hanya sebatas “perkelahian jari”. Saling balas komentar, pesan, atau persekusi. Tapi, hal tersebut menjadi mengkhawatirkan ketika permasalah tersebut dibawa ke dunia nyata. Berawal dari “perkelahian jari”, lalu perseteruan mulut, kemudian saling lapor, bahkan bisa sampai saling ancam dan persekusi. Bisa jadi, karakter seseorang bisa kita lihat dari cara dia mengelola media sosialnya.

Bagaimanapun, kita harus bisa mengelola media secara baik, mencari informasi, berdiskusi dan menyebarkan kebaikan. Kita tidak bisa memberikan “hukuman” terhadap seseorang yang bahkan kita tidak kenal di media sosial, apalagi sampai menghina dan mencaci. Tak sengaja, saya membaca sebuah kutipan dari seorang filsuf yang hidup pada 427-347 SM, Plato namanya. Ditengah-tengah gejolak kehidupan seolah-olah hanya saya sendiri yang mengalamainya, ia berpesan “bersikap baiklah, karena setiap orang yang anda temui sedang menghadapi perjuangan yang berat”. ( Sayyid, Ciputat 2019)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )