ASMARA, LAPAR DAN PARE.



                                                     

ASMARA, LAPAR DAN PARE.


Cerita ini sederhana saja, tentang seorang kawan lama, usinya masih muda. Beberpa hari lalu ia membeli tiket dari Jakarta ke Kediri. Jauh-jauh hari tiket tersebut ia sudah pesan, kemujuran bersamanya. Ia mendapatkan tiket dengan harga 80 ribu rupiah. Tiket kereta terkadang tidak pasti, seperti cinta dan nasib.

3 jam sebelum keberangkatan kereta, ia sudah berangkat dari ciputat menuju stasiun pondok ranji untuk sampai ke stasiun senen.  Waktu berjalan normal, tapi kehendak berbeda. Saat stasiun transit tanah abang, KRL menuju senen tidak sesuai jadwal, meski akhirnya datang juga. Sayangnya, ia tidak tau ternyata KRL tidak berhenti di stasiun senen namun di stasiun selanjutnya. Nasib berkata beda, sampai stasiun senen kereta hendak berangkat menjuju Kediri.

Dia berlari menuju kereta, sampai ia duduk, ia berfikir sederhana saja dan dia tahu bahwa perjalanan akan terasa sangat panjang. Pasalnya sederhana saja. Dia berangkat dengan perut lapar, karena terburu buru. Dia berfikir untuk makan di dalam kereta saja. tapi, dia tidak memegang uang tunai, karena ia fikir sampai stasiun dia akan menuju ATM untuk mengambil uang. Nasib berkata lain, jangankan ke ATM, dia hampir ketinggalan kereta.

Nasib naas benar-benar menimpanya. Air tak ada, makanan tak bawa, uang tunai di ATM tak berguna. Sepanjang perjalanan perut melilit dan dahaga yang tak tertahankan.
Setiap kru kereta lewat membawa dan menawarkan makana, perutnya semakin meronta tak tertahankan.

Dinginnya AC kereta  semakin membuat ia mereana, waktu berjalan begitu lama sekali, menahan lapar dan haus selama itu semakin membuat ia tak berdaya. Seperti azab. 12 jam perjalanan begitu sangat lama.

Sesampainya ia di stasiun Kediri, hal yang pertama ia lakukan tentu memasuki bilik ATM. Dia mengambil uang sebanyak-banyaknya sekalian untuk bekal selama dia di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Lalu, duit keluar dari mesin ATM dan dia banting sambil berkata “sungguh kau begitu tak berguna ketika kau aku butuhkan!”.

Tukang becak, ojek, dan semacamnya merasa heran ketika melihat kejadian tersebut. Sambil berharap sesuatu tapi ternyata uang yang dia banting diambil lagi. Dia bergegas pergi mencari warkop terdekat
.
Dia memesan Indomie goring double dengan telur double dan es teh  manis. Sambil menunggu pesanannya datang, dia menghabiskan 7 gorengan. Mungkin itu prosesi makan  paling nikmat yang ia rasakan.

Pagi ini, ia menceritakan kisahnya yang sudah lama terjadi dalam sebuah tulisan.

“kamu ke Kediri dalam rangka apa waktu itu”?

Laki-laki itu tersenyum,  malu-malu menjawab

“dalam rangka asmara, mas”

“Ooo mengunjungi wanita kekasihmu itu yang sedang di pare”?

“Ya mas, tapi semenjak kejadian gak bawa uang itu, saya tahu ternyata asmara tidak ada apa-apanya di banding lapar, kedinginan, dan kehausan. Jadi saya memilih kenyang”.

“memang semua itu tidak kamu rencanakan dan perkirakan dulu”

Ia seruput kopi hitam di mejanya, lalu berkata

“semuanya sudah saya rencanakan dengan matang, perkirakan sebaik-baiknya. Tapi Tuhan punya rencana lain, semuanya tak pasti, seperti nasib dan cinta mas”

“baguslah kalau kau sadar”

Sebatang rokok dan secangkir kopi yang telah habis mengakhiri ceritanya.


Ciputat, 31 Januari 2020




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )