KIYAI MEDSOS
KIYAI MEDSOS
Bicara umat Islam, tentu Indonesia
negara yang mayoritas penduduknya adalah bergama islam. Namun bukan
hanya itu saja, pemahaman islam di Indonesia juga beragam. mempunyai beraneka
ragam golongan dan aliran yang bergerak mengatas namanakan islam di Indonesia
sudah jangan ditanyakan lagi berapa banyaknya, Karena memang banyak. Hal itu
menandakan bahwa Indonesia terbuka untuk siapa saja, selama tidak bertentangan
dengan empat pilar kebangsaan. Yaitu, tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai
idieologi bangsa, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai Konstitusi negara,
Negara Kesatuan Republik indonesia sebagai bentuk Negara, dan Bhineka Tungal
Ika sebagai tujuan dari Negara.
Beruntung, semua golongan dan pemahaman islam di indonesia masih
bisa terkontrol dengan baik oleh segala elemen. Karena jika tidak, bisa saja
terjadi perpecahan antar golongan, sehingga merusak kerukunan anatar umat
beragama khususnya umat islam itu sendiri. Tapi, memang ada beberapa yang
berpaham radikal, mempunyai tujuan untuk merubah sistem kenegaraan dan
konstitusi. Tentu hal itu sudah jauh melenceng dari tujuan dan idieologi
bangsa, langkah tepat dilakukan oleh pemerintah ketika membubarkan organisasi
tersebut. Meskipun secara idieologi akan terus tumbuh karena pikiran yang ada
dalam seseorang tidak bisa dihilangkan keculai dengan melawan pikiran itu
sendiri.
Era digital seperti sekarang ini, masyarakat semakin liar dalam
berasumsi, terutama di media sosial. Apapun bisa disampaikan lewat media,
seperti halnya pemaham ajaran islam yang di bubarkan tadi. Media juga selalu
dijadikan sebagai alat untuk menggiring opini yang tidak baik dimasyarakat,
terutama masyarakat pemula, yang baru menjelajah dunia maya. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab
berita-beita hoax gampang terkonsumsi oleh sebagian orang, mudah menyebabkan
kegaduhan karena konsumsi informasi media yang tidak sehat, juga terjebak
fikiran dalam dunia yang tidak nyata. Karena itu, masyarakat harus diberi
konsumsi yang sehat dan baik oleh media supaya hal-hal diatas tidak terjadi.
Manusia zaman sekrang lebih menyukai hal-hal yang praktis dalam
belajar agama, terutama bagi mereka yang sibuk dalam perkerjaan dan
kegiataannya. Insaf akan keinginan dan kebutuhan pembelajaran masalah agama,
mulailah tertanam dalam hati untuk berubah dan mengetahui ilmu agama. Cukup
bagus, karena itu adalah kebutuhan agar kita tidak salah bertindak. Orang hari
ini dapat mengakses informasi dengan mudah, bisa sambil makan, bisa sambil
kerja, bahkan dalam kamar mandipun selalu tergengang dengan Smartphone mereka
untuk mencari informasi, bahkan tidak mencari pun informasi itu datang sendiri.
Dalam hal belajar agama mereka bisa sambil tiduran di kamar, buka link youtube
lalu klik sambil istirahat mendengarkan ceramah keagaam dan kajian islam lewat
kiyai youtubee-nya.
Problematika manusia zaman sekarang adalah, mereka lebih sering
belajar agama lewat media sosial, dengan cara membaca artikel-artikel di google
misalnya, atau membaca captioncaption di intagram berupa hadist, juga
mendengarkan ceramah-ceramah di youtube atau penggalan vidio di intagram dan
status whatsupp, tak ketinggalan twitter dan facebook juga menjadi kiyai
mereka. Sehingga, hal ini menyebabkan mudahnya orang berkomentar tanpa dasar
dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Namun, ketika argumentasi mereka
dibantah oleh orang lain, maka mereka akan melegitimasi alasan apapun untuk
argumentasi mereka sendiri.
Lalu, orang berlomba untuk
menjadi paling pintar setalah belajar dari kiayi google. Menghakimi orang lain
ketika berbuat salah, membully serta merasa pendapatnya lah yang paling benar,
padahal sanad ke ilmuannya dari medsos. Membaca satu ayat Al-Quran dan satu
hadist, kemudian tiba-tiba menjadi seorang ahli tafsir dengan menafsirkan
sendiri ayat Al-Quran dan Hadist terrsebut dengan liar. Mengartikan secara
tekstual ayat-ayat al-Quran dan hadist. Lalu, tak sedikit tiba-tiba menjadi
ustad yang terkenal di media, aau mulai menceramahi orang-orang dengan ilmu
yang ia dapatkan secara instan.
Ada beberapa sisi yang perlu dilihat dari problematika manusia
zaman sekarang, satu sisi baik karena manusia insaf bahwa ilmu agama menjadi
sebuah kebutuhan yang sangat penting, sehingga orang berlomba-lomba untuk
mencari ilmu dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Namun, cara yang dilakukan kurang
tepat, terlalu instan, juga kurang telap dalam memilih guru panutan, guru yang
mampu membimbing kearah lebih baik. Sisi yang kedua, orang tahu bahwa yang
dilakukan itu tidak baik, namun masih saja dilakukan karena terbelenggu dalam
keangkuhan hati.
Sebagian orang telah lupa, bahwa ketika pikiran terkunci maka mulut
akan selalu terbuka. Apa saja dibicarakan tanpa dasar dan tujuan yang jelas,
terpengaruh keadaan dan menjadi budak dari rasa ramah. Tidak bijak dalam
mengunakan media, padahal kita sadar bahwa dampak yang timbul sebab perdebtan
didunia maya akan terbawa kedunia nyata. Tapi kita tetap saja tidak faham dan
terus merasa paling benar. Seperti kita menghukumi bu sukmawati dengan puisinya
yang membandingkan cadar dengan konde, juga suara adzan dengan kidung. Ramai
kita terbawa suasana, ramai kita membully, ramai kita mendadak membuat puisi,
dan ramai kita menghukumi bahwa bu sukma tidak faham syariat islam.
Bukan, ini bukan tentang pembelaan terhadap bu sukma, hanya kita
selalu merasa paling benar, seolah-olah kita paling mengerti syariat islam,
seolah-olah kita paling mengerti hukum cadar, seolah paling mengerti budaya
konde, seolah paling faham kidung dan seolah paling menghayati suara adzan.
Saat kita sibuk mencaci bu sukma karena diduga menistakan agama dengan
memandingkan suara adzan, padahal adzan sudah berkumandang dan kita masih sibuk
memaki bu sukma dengan pusisinya, sementara mesjid masih kosong. Siapa
sebenarnya yang menintakan agama ?
Kenapa kita bisa seperti itu, terelena dengan perkataan orang lain
sehingga menghilangkan akal sehat dan akhirnya kita terbawa oleh arus dan
perkataan orang lain, sementara kita diberikan akan sendiri untuk berfikir,
tidak membuntuk kepada orang lain kecuali dalam beberapa hal. Hanya saja dalam
hal yang kurang tepat maka kita lebih baik Tabbayun dengan masalah yang ada.
Bukankah manusia yang derajat keimanannya masih jauh dari sempurna seperti
kita, disiapkan manusia yang lain untuk kita bersandar dan bertanya. Kita buka
sufi, yang segala sesuatu kita serahkan kepada Tuhan, kita juga bukan ulama
yang mengerti tentang Syari’at islam. Tapi kita tiba-tiba menjadi mufti dengan
menjadikan medsos sebagai guru dan kiyai.
Singkatnya, sebagai umat
islam yang ingin belajar agama tentu harus berguru kepada ahlinya, yang
mengajarkan cinta dan kasih sayang, tidak menyalahkan orang lain apalagi sampai
mencela. Karena Nabi Muhammad di utus untuk memperbaiki akhlak manusia, moral dan
nilai-nilai kemanusian yang harus lebih dulu diterapkan sebelum belajar agama.
Supaya kita tidak takabbur atau sombong. Iblis sangat tinggi ilmunya, tapi ada
sifat sombong yang akhirnya menyeret dia ke neraka.
Belajar ini harus ada sanad keilmuannya, ada yang mengajarkan,
jangan menjadikan google, youtube, facebook dan media sosial lainnya sebagai
panduan keilmuan. Seperti halnya seorang ustadz, satu sisi dia boleh berceramah
kepada orang lain, tapi dia juga harus mau mendengarkan ceramah orang lain. sehingga,
kita mengerti bahwa seorang yang banyak ilmunya akan lebih banyak diam,
ketimbang dengan yang sedikit ilmunya.
Komentar
Posting Komentar