orang bodoh yang tak kunjung pandai: TANAH-TANAH CANDU Indonesia ini luas, kayaakan sa...


TANAH-TANAH CANDU

 Indonesia ini luas, kaya akan sandan pangan. Flora yang banyak rupa, fauna yang tak terhitung jumlahnya. Pulau-pulau yang indah bertebaran dari sabang sampai merauke. Kekayaan alam yang bisa dikelola dan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Hamparan sawah, tebu, jagung yang bersumber dari ladang para petani. belum lagi sumber daya alam, batu bara, emas dan perak. Tanah yang subur, kata orang tanah kita tanah surga. Melempar tongkat pun langsung menjadi pohon. Pantas saja banyak negeri yang ingin mengusai negri ini dari dulu kala.
  Cukup sudah kita merasakan penderitaan karna dijajah. Mulai dari Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang telah bangsa ini rasakan. Tapi berkat rahmat Allah serta perjuangan bangsa dalam kemerdekaan, bangsa ini berhasil menjadi bangsa yang merdeka dan mandiri, meskipun belum sepenuhnya menjadi mandiri. Tanah-tanah yang ada di Nusantara kita kelola sendiri, Perkebunan, ladang, kelautan serta Tambang-tambang yang menjadi sumber kehidupan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, tanpa harus bergantung kepada oang lain.
Tujuh Puluh dua  tahun Indonesia ini sudah merdeka atas penjajahan, tetapi belum sepenuhnya merdeka dari kemiskinan, kesenjangan sosial, ketimpangan sosial, serta ketamakan dan kerakusan dalam diri masyarakat Indonesia yang hanya mementingkan kebutuhan individu dan kelmpok. Mungkin bung karno benar, kini perjuangan kita semakin sulit, yaitu harus berjuang melawan bangsa sendiri. Hal itu sangat sulit, pada satu sisi kita menginginkan kesejahtraan sosial tanpa harus memecah belah dan menghindari perang saudara demi menjaga keutuhan dan kesatuan Negara republik Indonesia.
Ketakutan terhadap kemiskinan telah menjamur dalam hati kita, sehingga kita slalu melegalkan cara apapun demi memenuhi isi perut tanpa melihat kepentingan orang lain. selalu takut hidup melarat, hingga tumbuh sifat ketamakan dalam hati dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah kita miliki. Padahal, bukankah kemelaratan yang sesungguhnya yaitu ketika kita takut terhadap hidup dalam keadaan yang melarat ?. kemiskinan sejatnya bukanlah satu hari tanpa kita bisa makan, tapi kemiskitan sejatinya yaitu sehari tanpa bermanfaat untuk orang lain.
Terkadang, perang sudara terjadi pada lingkup yang kecil. Ya, perang dengan saudara kita sendiri, bisa saudara satu rumah, saudara satu besan atau masih dalam garis keluarga. Dalam skala kecil ini selalu akan kita temukan bahkan kita rasakaan sendiri. Terutama dalam perebutan warisan yang ditinggal oleh orang tua yang sudah meninggal. Sungguh ! miris sekali ketika kita harus berada dalam sengketa harta keluarga yang tak seberapa, mungkin karna kita yang terlalu tamak. Padahal harta itu bisa dicari. Orang tua yang sudah meninggal, entah itu ibu atau bapak mereka akan melihat kita ketika dalam pembagian waris jauh dialam sana.

Bukan, ini bukan hanya masalah harta warisan. Keserakahan  orang-orang tertentu. Mungkin lebih parah dari perebutan harta. Dulu kekayaaan negara kita diambil dan diperas oleh penjajah. Gedung gedung tinggi  mencakar langit dinegeri penjajah kita, hartanya dari negeri ini. maaf, sungguh tulisan ini bukan untuk mengajak dan mengungkit masa lalu serta menebarkan kebencian dan rasa dendam, buang jauh-jauh rasa itu, yang lalu biarkan berlalu. Maksudnya, sudah cukup kita diperas oleh orang lain, jangan sampai kita diperas oleh rasa ketamakan terhadap tanah ini yang diciptakan oleh tuhan untuk kesejahtran manusia.
Sudah banyak  masalah telah dilanda negeri ini. bukan hanya masalah ekomoni, sosial dan Pendidikan saja. Tapi masalah karakter, kini bangsa ini dan  masyarakat-masyarakat tertentu sudah kehilangan karakter sebagai bangsa indonesia. Kenapa saya memakai kata “terntentu”, karena saya yakin tidak semua masyarakat kehilangan karakter itu. Masyarakat yang gotong royong dan ramah. Hal itu kini terlihat jauh dikalangan sebagaian orang.
Lahan yang semakin sempit dikota-kota besar menjadikan sebagian orang serakah, ingin memiliki segala nya. Bahkan, mereka korbankan apapun demi uang yang tidak seberapa. Apa yang salah ? siapa yang salah ? apakah angka pertumbuhan penduduk yang salah ? migrasi dari desa ke kota sehingga lahan dikota semakin terbatas ? atau para pemilik tanah yang tertalu banyak, sehingga lahan di desa-desa menjadi milik para pemodal sedang masyarakat desa hanya menjadi petani bayaran. Atau pemerintah yang belum bisa memberikan kesejahtraan kepada masyarakat sehingga masyarakat tertentu menjadi sangat serakah ingin memiliki segalanya tanpa memperhatikan kesejahtraan orang lain ?
Tidak sedikit kasus yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia ini tentang perang saudara, gugat menggugat, terutama masalah tanah. Tanah bagi sebagain orang seperti menjadi candu, memang untuk membangun sesutau diperlukan lahan. Tanah tentu menjadi lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Pabrik-pabik didirikan ditengah sawah, bandara mengikis habis tanah petani. belum lagi sengketa skala kecil, di cengkareng terjadi kisruh perebutan tanah wakaf pemakaman umum digugat oleh anak yang mewkafkan karna akan terkena trayek jalan. Atau kasus di Bogor, tanah wakaf yang dijadikan mushola sebagai sarana tempat ibadah masyarakat di kampung tersebut, digugat oleh salah satu keluarga pemberi wakaf karna ingin dijadikan trayek pembagunan alfamart.
Bukan hanya itu saja, itu hanya sebagian keserakahan manusia dalam skala dan lingkup yang kecil, menandakan bahwa keserakahan dan ketamakan orang semakin bertambah seiiring dengan tingkat kebutuhan hidup yang ia butuhkan. Atau mungkin salah dari keluarganya yang tidak membuat surat hak milih atas tanah ketika akan memberikan wakaf kepada penerima wakaf tersebut untuk kepentingan umum ?.
Cukup sudah bangsa ini diperas oleh bangsa lain, jangan sampai diperas oleh bangsa sendiri. Menjadi gelandangan di kampung sendiri. pendidikan karakter serta peningkatan lapangan pekerjaan harus semakin tumbuh untuk membantu mereka yang tidak bekerja. Lahan-lahan didesa sedikit demi sedikit mulai dikikis oleh keserakahan kota, mereka bilang untuk kemajuan industri. Tapi masyarakatnya tidak juga maju-maju dalam segi ahlak dan kepribadian, atau bahkan pejabat-pejabat tertentu pun tidak maju dalam segi itu.
“kurang ngobrol”, itu bahasa yang saya gunakan, lebih asyik sendiri dan bermain dengan gadget hasil ciptaan manusia. Terkadang, kita lupa terhadap nikmat yang telah diberikan oleh tuhan kepada kita. Nikmat berkumpul dan nikmat bersilaturahmi, ada dimensi emosional tersendiri ketika kita bertatap muka dan banyak berbicara dengan orang lain. tentu ini akan meningkatkan rasa persaudaraan dan rasa saling menolong, serta empati terhadap lingkungan. Sehingga bisa  mengurangi rasa keserakahan dan ketamakan meskipun tidak banyak. Sungguh, ini adalah ungkapan tanpa penelitian yang orang intelektual sebut “ilmiah”.
     Lalu, bagaimana dengan Tanah ? perebutan lahan ? dan bahkan perebutan kekuasaan ?. mungkin kita telah Musyrik, menjadikan Uang sebagai Tuhan, dan menjadikan hawa nafsu sebagai pemimpin.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SYEKH AHMAD SYATHIBI ( Bapak Pendidikan dari Tanah Pasundan )

BIOGRAFI SINGKAT KH BAHRUDDIN

ANJANI ( Cinta dan Patriarki )